Kisah para penjual kerupuk

Mereka yang pantang menyerah di negeri ini.

Keterbatasan bukan menjadi alasan untuk berpangku tangan. Semangat untuk terus bekerja mencari penghasilan tetap harus dilakukan untuk meniti kehidupan. Kisah para penjual kerupuk


1. Agus Wahyono
Agus wahyono
Agus Wahono, 44 tahun, berjalan kaki sekitar 20 kilometer setiap harinya untuk berjualan kerupuk. Perjalanan sejauh itu ditempuhnya tanpa indra penglihatan, karena Agus adalah seorang tunanetra.
Ada banyak penjual kerupuk tunanetra seperti Agus. �Kalo pagi dari rumah Meruya Selatan, muter dulu ke Kelapa Dua, Relasi Jl Arteri, sorenya mangkal di Joglo,� kata Sahwono, juga tunanetra pedagang kerupuk. Rute itu berjarak tak kurang dari 10 km.
Biasanya para pedagang kerupuk tunanetra ini berjualan di jalan dari pagi hingga sore hari atau malam hari. Pukul 9 pagi hingga 4 sore, atau berangkat pukul 2 siang hingga 9 malam. Permasalahan seperti polusi kendaraan dan kemacetan menjadi makanan sehari-hari.


2. Tati Sugiarto
tati s
Tati Sugiarto (50 tahun) mengenang masa dimana kepentingan tunanetra diperhatikan penguasa kota. �Dulu di zaman Ali Sadikin, tunanetra yang berbekal tongkat merah putih sangat diperhatikan. Bila sudah mengangkat tongkat, pengendara motor tidak akan berani ngebut,� kata Tuti.
Kini mereka berharap pemerintah kota menyediakan lampu merah dengan suara. Tunanetra juga ingin ada jalan khusus bagi tuna netra di jalan-jalan kecil yang mereka lalui, bukan hanya di jalan besar utama di Jakarta. Beberapa bahkan hanya mengharapkan pembuatan selokan yang lebih ramah. Mereka menginginkan selokan yang tidak terlalu dalam (karena banyaknya kemungkinan terjerembab), dilapisi dengan kawat atau ditutup rapat.


3. Andi Arifin
jual kerupuk
Keterbatasan bukan menjadi alasan untuk berpangku tangan. Semangat untuk terus bekerja mencari penghasilan tetap harus dilakukan untuk meniti kehidupan. Demikian prinsip hidup yang hingga kini dipegang teguh Andi Arifin (37). Walaupun memiliki keterbatasan penglihatan, dia memilih bekerja keras dengan berdagang kerupuk keliling.
HILIR mudik kendaraan menghiasi ruas Jalan Rasuna Said, Telukbetung Utara, Bandarlampung, kemarin siang. Tak jarang satu sama lain mencoba mendahului. Akibatnya, penyeberang jalan harus berhati-hati berjalan memotong laju kendaraan. Terlebih bagi Andi yang sejak usia delapan tahun harus kehilangan penglihatannya.
Dengan mengandalkan indra pendengaran dan sebuah tongkat besi di genggamannya, ia mencoba mengamati kapan waktu yang tepat agar dapat menyeberang. Sesekali dirinya yang saat itu turut memikul kerupuk jualannya memberanikan diri untuk menyeberang. Namun suara klakson dari kendaraan berkecepatan tinggi berkali-kali menghentikan kakinya untuk menginjak aspal.


4. Yono
jual kerupuk
Bagi anda yang sering berlalu-lalang di kawasan Palmerah Jakarta Barat mungkin sudah tidak asing lagi dengan sosoknya Yono, seorang pedagang kerupuk yang biasa berkeliling di kawasan sekitar pasar Palmerah Jakarta Barat. Yono bukanlah penjual kerupuk keliling biasa, dia adalah seorang tuna netra. Di Jakarta, dia tinggal bersama seorang istri dan dua orang anaknya.
Sehari-hari, Pria asal Pemalang, Jawa Tengah, ini berkeliling kawasan Palmerah untuk menjajakan kerupuknya kepada warga. Yono mulai berkeliling dari pukul tujuh pagi hingga lima sore. Yono mengaku terpaksa memilih berdagang kerupuk seusai berhenti menjadi tukang pijat karena kalah saing dengan panti pijat plus-plus yang marak di Jakarta.
"Saya pertama kali ikut bos ke Jakarta untuk memijat, cuma berhenti karena kalah saing dengan pijat plus-plus itu," ujarnya.
Banyak suka-duka yang sudah dialami Yono, mulai dari para pembeli yang terkadang membayar kurang hingga menabrak-nabrak saat berjalan karena belum mengenal medan. Meskipun begitu, Yono mengatakan masih banyak orang yang baik kepada dirinya. Yono tetap tabah menjalani hidupnya sebagai pedagang kerupuk keliling.


5. Saono
jual kerupuk
Keterbatasan fisik tidak membuat Saono (44) pasrah dalam menjalani hidup ini. Sebaliknya, dia terus berusaha semampunya untuk menghidupi istri dan kedua buah hatinya.
Saono adalah seorang tuna netra. Meski tidak bisa melihat, Saono tetap merantau. Dia datang ke Jakarta untuk mengadu nasib. Dia mengambil prefesi sebagai tukang pijat. Seiring dengan kemajuan teknologi komunikasi, kini Saono menjadi "pria panggilan". Dia melayani pesanan pijit di rumah-rumah melalui telepon. "Saya ini datang ke rumah-rumah, jadi tukang pijit keluarga," ceritanya lebih lanjut.
Tetapi karena tukang pijit tuna netra makin banyak sekarang, maka panggilan untuk pijit kadang-kadang sepi, dia memilih pekerjaan sampingan sebagai penjual kerupuk. Saono diantar tukang ojek dengan bayaran Rp 10.000 pergi pulang (PP) dari kediamannya ke Jalan Joglo Raya tepatnya di Puri Botanical Residence, Jakarta Barat. Dia dan beberapa temannya sesama tuna netra dan tukang pijit menjajakan kerupuk di kawasan itu setiap sore mulai pukul 15.30 WIB sampai pukul 20.00 WIB atau paling lambat pukul 20.30 WIB.

Ahmad Saryono videos @Kompas TV


"Jangan pernah lupa untuk selalu bersyukur. Dan berbagi adalah salah satu cara untuk bersyukur atas nikmatNya."



"Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari setetes air mani yang bercampur. Kami hendak mengujinya dengan beban perintah dan larangan. Karena itu kami jadikan ia mendengar dan melihat. Sesungguhnya kami telah menunjukinya jalan yang lurus: Ada yang bersyukur, namun ada pula yang kafir." (QS. Al-Insan: 2-3)


"Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya". (QS. Ibrahim:34)

sources:
bilamana terdapat kesalahan, mohon di ralat, terima kasih, semoga bermanfaat

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Kisah para penjual kerupuk

0 komentar:

Posting Komentar